Hutan ITB Jatinangor Jadi Healing Forest Pereda Stres?

Arboretum ITB Jatinangor

Oleh: Putri Amalia Sholichah, Fitrotun Nisa, dan Aflah Ramma Indallah

Kamu tahu nggak ITB Jatinangor punya hutan yang asri? Hutan ITB Jatinangor ini sering dimanfaatkan sebagai tempat praktikum mahasiswa Rekayasa Kehutanan ITB dan tempat jogging mahasiswa serta masyarakat. Terlepas dari itu, masih ada stigma negatif tentang hutan ITB Jatinangor ini, seperti hutannya menyeramkan, ada ular, kalajengking, dll. Namun dibalik itu semua, hutan ITB Jatinangor memiliki potensi penyembuhan, terutama terkait stres. Menurut Brooks et al. (2020), masa PSBB yang telah kita jalani dapat berdampak negatif, seperti stres dan gangguan mental seperti gangguan emosi dan penurunan suasana hati. Stres yang berlebih akan mendorong pelepasan gula dalam hati dan pemecahan lemak tubuh. Kondisi tersebut dapat menyebabkan beberapa penyakit seperti tekanan darah tinggi. Oleh karena itu, di masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) ini, kita dituntut untuk mengurangi stres dengan menenangkan diri agar imunitas tubuh meningkat. Hutan ITB Jatinangor yang sejuk, segar, dan tenang dapat memberikan efek ecotherapy, yakni efek ketenangan dan relaksasi yang dapat meningkatkan kondisi imun dan berdampak positif bagi kesehatan (Ramdan, 2020).

Gambar 1 Peta 3 Daerah Vegetasi di Kawasan Kampus ITB Jatinangor
Sumber: Putri Amalia Sholichah, Fitrotun Nisa, dan Aflah Ramma Indallah (2020)

Healing forest merupakan sebutan bagi spot-spot hutan yang bermanfaat untuk kesehatan.  Kami meneliti kesesuaian hutan ITB Jatinangor untuk healing forest dengan metode Penginderaan Jarak Jauh (remote sensing/RS) dan Sistem Informasi Geografis (SIG). Mula-mula kami menetapkan 3 daerah kajian vegetasi seperti pada gambar sebelumnya. Kemudian dilakukan analisis parameter fisik lingkungan untuk healing forest di ketiga daerah vegetasi tersebut. Parameter ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Dr. Hikmat Ramdan, selaku dosen di Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) ITB. Karena keterbatasan metode RS dan SIG, parameter yang dianalisis hanya kemiringan lahan, kerapatan vegetasi/NDVI, temperatur, dan kelembaban udara. Parameter lain seperti tekanan, tingkat kebisingan, intensitas cahaya, dan kecepatan angin memerlukan pengukuran langsung di lapangan.

Nah untuk hasil dari analisis parameter-parameter tersebut bisa banget dibaca lebih di majalah bosbouw 3.0 nanti

Leave a Comment

Your email address will not be published.