Oleh: Mochamad Choirul Mutaqim, BW 2012
Semakin banyak jumlah penduduk dunia, maka pemenuhan kebutuhan hidup dengan mengumpulkan hasil hutan tidak dapat dipertahankan lagi, sehingga terjadi peralihan pola hidup dengan membuka hutan dijadikan lahan pertanian. Dalam proses selanjutnya pengelolahan tanah dan lahan pertanian merupakan cara utama untuk produksi pangan. Hal ini berlangsung terus-menerus sehingga mempercepat berkurangnya areal hutan. Di pihak lain kayu hutan terus dihasilkan untuk dipakai sebagai bahan mentah untuk membuat kertas, papan, serat sintetis dan macam-macam barang kimia lainnya.
Penggunaan hutan untuk produksi kayu cukup penting bagi hasil pertumbuhan industri dan sebagai penghasil devisa bagi negara. Hasil kayu yang diperoleh dapat berupa kayu untuk kontruksi bangunan, kayu lapis, papan tiruan dan sebagainya. Akan tetapi pengelolaan untuk tujuan ini harus mengingat kelestarian hutan yang dikenal dengan istilah “Suistained Yield Principle” agar manfaat ganda dari hutan dapat senantiasa dinikmati. Agar pengelolaan sumber daya hutan dapat dilaksanakan secara maksimal dengan berlandaskan asas kelestarian, maka hutan seharusnya diselenggarakan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah. Kepada pihak swasta diberikan hak pengusahaan hutan (HPH, sekarang IUPHHK) dengan pengertian bahwa pemegang HPH tersebut berkewajiban menjaga fungsi hutan dan melindunginya. Prinsip yang dipegang dalam mengeksploitasi hutan adalah menggunakan biaya yang seminimal mungkin ntuk mendapat hasil yang tertentu tanpa merusak kelestariannya (Minimum Suistainable Yield = MSY).
Rotasi optimal dalam Praktek Penebangan Hutan
Masalah penting yang dihadapi pengelola hutan adalah menentukan kapan hutan dapat ditebang dan berapa lama rotasi hutan yang optimal. Pengelola berusaha melakukan penebangan yang tepat pada waktunya agar tidak menunda pemanenan dan tidak menutup alternatif pemanfaatan lahan. Praktek penebangan hutan dapat didekati dengan metode rotasi optimum dan penebangan yang diperbolehkan (allowable cut). Untuk menentukan rotasi optimum biasanya diasumsikan bahwa harga kayu tetap sepanjang waktu dan tidak ada produk lain yang dihasilkan selain kayu. Rasio optimum dapat ditentukan berdasarkan pedoman bahwa pohon dibiarkan tumbuh selama nilai marginal dari batang pohon tersebut [s(t)] masih melebihi biaya marginal yang dikeluarkan. Biaya marginal ini terdiri dari besarnya bunga dan sewa tanah [a(t) + r.s(t)], secara grafik metode rotasi optimal ini dapat digambarkan seperti dibawah ini.
Dengan:
S(t) = nilai tegakan persatuan luas tanah pada saat pohon-pohon berumur “t” tahun
s(t) = perubahan nilai tegakan
a(t) = nilai sewa tahunan per satuan luas hutan dengan penanaman baru jika rotasi berikutnya direncanakan selama “t” tahun
Titik tm, dari segi fisik, menghasilkan nilai kayu tertinggi pada masing-masing pemotongan dengan S(t) = 0, tetapi dari segi ekonomi tidak optimal karena tambahan biaya [marginal cost = a(t) + S(t)] pemeliharaan pohon sudah melebihi tambahan nilai tahunannya. Rotasi optimum dari segi ekonomi adalah t* dengan biaya total tahunan a(t) + r.S(t) = S(t). Adapaun faktor-faktor penentu t* adalah biaya penanaman, harga kayu yang dipotong, tingkat diskonto penerimaan dan biaya pada wakyu yang akan datang, pola pertumbuhan kayu yang dihubungkan dengan variabel usianya.
Secara matematis rotasi optimum dapat dituliskan sebagai berikut:
rotasi optimum diperoleh pada keadaan dimana tambahan nilai tegakan sama dengan bunga dari tegakan ditambah bunga dari nilai rentetan penerimaan dikurangi biaya penanaman yang dinyatakan dalam nilai sekarang.
Metode rotasi optimal dapat dipelajari juga melalui analisis sensitivitas walaupunagak rumit. Analisis sensitivitas adalah untuk melihat dampak perubahan beberapa parameter terhadap rotasi optimum hutan. Parameter pertama, tingkat diskonto, jika r naik maka faktor diskonto akan turun tetapi p=loge(1+r) akan ikut naik. Kenaikan tingkat bunga akan menurunkan (memperpendek ) rotasi. Kedua, kenaikan harga, seandaianya ada harga naik, rotasi akan diperpendek dan sebaliknya jika harga turun maka rotasi akan diperpanjang. Ketiga, pemotongan pajak, apabila dikenakan pajak advalorem maka S(t) didefinisikan S(t) = (1-d) S(t). Jadi pendapatan penjualan kayu setelah pajak = (1-tingkat pajak) dikalikan dengan pendapatan kayu sebelum dikenakan k, berarti pemotongan pajak tidak akan berpengaruh terhadap t* (jika k = 0). Tetapi jika k > 0 maka akibatnya S(t*) semakin tinggi, berarti memperpendek rotasi dan sebaliknya jika S(t*) turun maka rotasi akan bertambah panjang. Keempat, kenaikan dalam biaya penanaman dan biaya manajemen, dengan kenaikan biaya penanaman maka k akan bertambah besar dan dampaknya akan memperpanjang rotasi tetapi bila pada waktu yang sama aktivitas manajemen menyebabkan hasil bertambah, maka S(t) akan meningkat dan rotasi optimum cenderung semakin pendek. Kelima, pajak kekayaan tahunan, jika nilai rata-rata persediaan kayu diturunkan selama periode rotasi berarti akan menurunkan pajak kekayaan. Dengan demikian pajak kekayaan akan memperpendek rotasi.Keenam, perbedaan jarak lokasi dengan pabrik pengolahan kayu, makin jauh jarak lokasi dengan pabrik pengolahan kayu maka biaya transport dan tenaga kerja akan semakin besar, berarti akan menurunkan nilai kayu dan rotasi akan diperpanjang
Manajemen Hutan
Suatu konsep pengelolaan hutan diantaranya adalah pengaturan sempurna (fully regulated) hutan sebagai tujuan dari manajemen hutan. Dalam konsep ini yang dimaksud dengan fully regulated iadalah areal menurut kelas umur, dan umur pohon yang plaing tua adalah umur rotasi; yaitu yang siap dipanen dan kemudian digantikan oleh kelas umur dibawahnya dan seterusnya.
Dari grafik diatas kita melihat bahwa distribusi jumlah pohon menurut kelas umur tergantung pada rotasi yang dipilih. Dengan total area hutan yang tetap, maka semakin panjang rotasi akan semakin sedikit pohon dan semakin kecil pula volume kayu yang dihasilkan dalam setiap kelas umur. Ini berarti jika panjang suatu rotasi t1 diganti dengan t2, maka distribusi jumlah kayu akan bergeser ke bawah dari P1 ke P2 dan meluas ke kanan, dan jumlah pohon untuk setiap kelompok umur berkurang. Hutan yang sudah dewasa akan mempunyai riap = 0, karena kerusakan-kerusakan, kerugian akibat penyakit pembusukan dan kerusakan karena angin sama dengan pertumbuhan yang lambat dati pohon yang tua. Hal ini dapat dilihat bahwa riap (pertumbuhan) produksi hutan merupakan fungsi waktu yaitu apabila umurnya mencapai tahun tertentu, maka pertumbuhannya atau riapnya akan maksimum dan kemudian akan menurun lagi.
Dengan rotasi t1, yang ditetapkan menurut kriteria tertentu, konversi dengan pengaturan penuh (fully regulated) dapat memberikan hasil panen tahuan sebesar 1/t1 dari volume yang ada setiap tahunnya. Pada akhir periode t1, hutan akan berada pada kondisi pengaturan penuh dan mampu memberikan jumlah produksi/pengambilan yang mantap secara terus-menerus dan maksimum tanpa batas berkelanjutan. Dengan dasar inilah kita diarahkan untuk memakai kondisi pengaturan penuh dengan umur rotasi t tahun
Proses mencapai kondisi pengaturan penuh memakan biaya yang besar diukur dari tingkat bungan terhadap persediaan kayu tegakan dan pengorbanan pertumbuhan penanaman baru. Jumlah kayu yang diinginkan dalam masa transisi ke status teratur tergantung pada kondisi pasar kayu dan tujuan masyarakat pengolah kayu. Jika panen cukup besar dalam kaitannya dengan persediaan total, maka panen secara cepat akan membuat kelimpahan pasar dan akan menurunkan harga kayu. Di lain pihak bila persediaan kayu volumenya relatif rendah, maka penebangan kayu yang lebih cepat akan dapat meningkatkan harga kayu.
Agar hutan dapat menghasilkan produksi secara terus-meneurs, maka seharusnya kita tidak menebang hutan sekehendak hati kita. Keinginan kita untuk menebang pohon dihutan dibatasi dengan apa yang disebut sebagai “penebangan yang dimungkinkan” (allowable cut), dimana setiap penebangan pohon harus didukung dengan tersedianya hutan lain yang sampai masa tebang berikutnya mampu memberikan produksi kayu paling tidak sama dengan volume kayu yang dtebang sebelumnya
Daftar pustaka:
- Agus P. dan Ani MP., “Ketidaklesatarian Sumber Daya Alam yang Dapat Diperbaharui”, Prisma, Januari 1991
- Fisher, Anthony C., Natural Reosource and Environmental Economics, Cambridge University Press, 1981.
- Howe, Charles H, Natural Resources Economics: Issues, Analysis and Policy, Wiley, New York, 1979
- Neadows, Donella H, and Dennis L. Meadows, The Limits to Growth, New American Library, 1972
- Ngadiono, 35 Tahun Pengelolaan Hutan Indonesia, Refleksi dan Prospek, Yayasan Adi sanggoro, Desember 2004
I like the article
certainly like your web site however you have to test the spelling on quite a few of your posts. A number of them are rife with spelling issues and I in finding it very troublesome to inform the reality however I’ll definitely come again again.
Well I sincerely enjoyed studying it. This tip procured by you is very effective for good planning.
Oh my goodness! an amazing article dude. Thanks Nonetheless I am experiencing issue with ur rss . Don’t know why Unable to subscribe to it. Is there anybody getting similar rss downside? Anybody who is aware of kindly respond. Thnkx
Do you mind if I quote a couple of your articles as long as I provide credit and sources back to your site? My blog is in the very same area of interest as yours and my users would certainly benefit from a lot of the information you present here. Please let me know if this okay with you. Cheers!
Thanks, it is quite informative
This is truly helpful, thanks.
Hello colleagues, how is everything, and what you want to say about this
piece of writing, in my view its genuinely amazing designed for me.